KAPOLRI : “Harus Tegas!!! – Dengan ketentuan hukum terkait diatas hukum ketetapan Republik Indonesia”, Mohon jangan coreng dunia Kepolisian Republik Indonesia dan intitusi lain-lainnya, Mencapai pencari kebenaran fakta untuk sebuah permasalahan rakyat “Warga Negara Indonesia” PRESISI POLRI TEGAKKAN KEADILAN DAN KEBENARAN

kejaksaa 3072024

KAPOLRI : “Harus Tegas!!! – Dengan ketentuan hukum terkait diatas hukum ketetapan Republik Indonesia”, Mohon jangan coreng dunia Kepolisian Republik Indonesia dan intitusi lain-lainnya, Mencapai pencari kebenaran fakta untuk sebuah permasalahan rakyat “Warga Negara Indonesia” PRESISI POLRI TEGAKKAN KEADILAN DAN KEBENARAN

Loading

JST-NEWS.COMBersama date line peristiwa terlampir berdasarkan phase dilapangan penelusuran tim redaksi bersama sejumlah awak media didalam nya menyikapi agenda publik tersirat/tersurat/bahkan, menuai ilmu kontrol sosial mata menilai jadi misteri – problematika hidup jadi sumber kehidupan keluh-kesah suara rakyat berkumandang : diluar nalar pengembangan kami semua awak media(*)

manusia dalam suatu tindak ketegasan terhadap suatu instansi aparatur (Oknum”berpikir tak sejernih hanya mengejar satu pihak yang dirugikan? / yang merupakan landasan perintah dalam unsur kesalahan tupoksional para anggota nya di dunia nasional mengungkap nya” jadi, perhatian publik berdampak besar pada jajaran POLRI.

hal ini sebagai pengungkapan ada udang dibalik pintu besar; menjadikan mimik kehidupan tingkat dewa nya langit tak bersinar nya unsur adi kuasa jadi kekuasaan di tangan kekuasaan peran.

kejaksaan

konferensi/pers@info-media bersama/29/7/2024/Kantor Kejaksaan-Jaksel



jadi membuat para aturan ketimpangan sosialisasi didalam nya tak semestinya, di dunia Kepolisian Republik Indonesia, Padahal : (Kapolri sudah menegaskan tindak semua sebuah oknum-oknum siapapun yang mencoreng/menggerototi dunia KAPOLRI didasari pada ketetentuan hukum terkait diatas hukum ketetapan pasti berjalan baik dan benar)”tim telisik media@info-fakta update to date line per/wacana hari ini”.

jatanras

apakah dapat terungkap/tertangkap tangan basah nya para jajaran kepolisian yang berbuat salah presfektif – terhadap kewenangan aturan di kenegaraan RI. Hukum harus kemana? Keadilan harus di tangan rakyat? atau hanya diam sejenak pada pangkat diberikan sebagai amanah di-emban tugas kan di berbagai sumber keilmuan diperoleh untuk kemaslahatan masyarakat bersama “citra kepolisian semestinya – mengayomi dan melayani masyarakat ; secara cermat dan benar”(*).

hal kejadian diawali hingga mencari titik kebenaran cela publik tim awak media menginformasikan secara aktual di lapangan sampai prosesi nya nyata sebagai berikut :

Kriminalisasi yang dilakukan oleh pengembang properti nakal terhadap konsumennya : Ike Farida, kini semakin kental terlihat. Sebagai pencari keadilan, Ike Farida – terus memperjuangkan hak-haknya agar tidak dirampas oleh tangan-tangan kotor manusia dzholim. (Kapolri : Tolonglah kami!!! – Presiden RI, Tolonglah kami!! – bahkan instansi pemerintah lainnya digugah bersama untuk mohon kami, begitu pun terhadap ahli kuasa hukum terkait nya men-delik pekara ini), apakah misteri atau kebenaran rakyat bersuara tak di indahkan.

Tim Investigasi Pers@info.bersama
tim investigasi@info/pers/dilokasi-Update 29/7/2024/mata-kamera.wartawan ungkap/fakta

97059e00 74c2 40fa b2f0 b4c1aeb06629 scaled

Rincian sajian berita nya tertera berdasarkan pengerjaan kami para awak media menilai nya di-tingkat terkait setelah adanya problematika terdengar awak media dan kuasa hukum terkait, seperti hal dibawah ini :

Perkara diawali pada Mei 2012 ketika Ike Farida membeli lunas sebuah unit apartemen di Casa Grande Residence Kota Kasablanka dari anak perusahaan Pakuwon Grup, PT Elite Prima Hutama (PT EPH). Setelah dibayar lunas, PT EPH bukannya memberikan hak Ike Farida, malah justru menahan unit apartemennya dengan alasan karena Ike Farida bersuamikan WNA.

Sebagai advokat, akademisi, dan aktivis HAM, doktor ilmu hukum lulusan FHUI tersebut kemudian menempuh upaya hukum, dan selama 12 tahun ike memenangkan 8 (delapan) putusan yang berkekuatan hukum tetap. Kemudian, setelah menang pada Putusan Peninjauan Kembali (PK) No. 53/Pdt/2021, Ike Farida malah dilaporkan oleh Ai Siti Fatimah (Legal PT EPH) dengan tuduhan memberikan keterangan palsu dalam persidangan dan pemalsuan akta otentik sebagaimana Pasal 242 KUHP dan/atau Pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 266 KUHP. Nyatanya, Ike Farida tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki dalam persidangan melawan PT EPH. Laporan polisi tersebut disinyalir dibuat-buat oleh PT EPH sebagai upaya untuk menghindari Putusan PK yang memutus PT EPH untuk memberikan unit dan menyerahkan sertifikat hak milik atas satuan rusun (SHMSRS) milik Ike Farida.

Kriminalisasi terhadap Ike Farida telah merugikan dirinya, baik secara moril maupun materil, karena telah menjadikannya bukan saja sebagai tersangka, namun juga Ike sempat dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), mendapatkan perlakuan kekerasan terhadap Perempuan, direnggut hak-hak asasinya, hingga dicabut hak-hak keimigrasiannya selama satu setengah tahun ini. Hal tersebut tentunya telah mencemai nama baik dan melukai integritas Ike Farida, baik sebagai praktisi hukum, akademisi, maupun aktivis hak asasi manusia. Atas ketidakadilan tersebut, berbagai instansi dan lembaga pemerintah, seperti Dirjen HAM dan Komnas Perempuan, telah memberikan dukungan dan rekomendasi kepada Kepolisian untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Tapi Kapolda tidak bergeming.

Pada 25 Juli 2024, mengacu pada hasil Gelar Perkara Khusus (GPK) yang diselenggarakan oleh Kabareskrim, Kapolri, & Karo Wassidik, diputuskan bahwa laporan dari PT EPH hanyalah fitnah dan laporan palsu yang tidak memiliki dasar hukum. Peserta GPK menyimpulkan bahwa pelanggaran Pasal 242 ayat (1) KUHP sebagaimana yang dituduhkan tidak memenuhi unsur, karena Ike Farida tidak pernah menghadiri persidangan secara langsung maupun tidak langsung.

Di samping itu, pasal lain yang dituduhkan yakni Pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan surat, tidak dapat terpenuhi karena memang tidak ada dokumen yang dipalsu. Adapun hal lain yang dituduhkan sebagai tindak pidana adalah pengajuan bukti baru atau novum pada tahapan Peninjauan Kembali 2021 silam. Namun, lagi-lagi tuduhan tersebut patah karena terkuak oleh peserta gelar bahwa pengajuan tersebut hanyalah upaya Ike Farida untuk mempertahankan hak keperdataannya yang dilindungi oleh Pasal 18 dan Pasal 29 ayat (1) UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, tindakan Ike Farida tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.

Alih-alih Penyidik melaksanakan perintah Kapolri tersebut, malah pada 26 Juli 2024 malam hari, tanpa ada pemberitahuan & surat resmi apapun, belasan oknum Subdit Jatanras Polda Metro Jaya mengepung kantor kuasa hukum Ike Farida dengan tujuan untuk melakukan penangkapan terhadap ike. Bahkan, disinyalir mereka meminta paksa akses terhadap cctv kepada security. Padahal, akses tersebut adalah di luar kewenangan mereka. Pihak Ike Farida menyatakan bahwa Tindakan tersebut mutlak illegal dan merupakan bentuk violating human rights terhadap seseorang tak bersalah di mata hukum.

Padahal, jika telah dilakukan Gelar Perkara Khusus (GPK), maka proses penyidikan seharusnya tdk dilanjutkan. Namun, bukannya mengacu pada hasil GPK, penyidik malah melanjutkan proses penyidikan secara sewenang-wenang dan melimpahkan berkas ke kejaksaan. Kuasa hukum Ike Farida menganggap bahwa Tindakan ini merupakan pelanggaran fatal. Lebih jauh, mereka sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan oknum-oknum tersebut. Terlebih, bentuk kriminalisasi atas perkara yang menimpa Ike Farida selama bertahun-tahun, kini kuasa hukumnya pun di kriminalisasi.Red@29/7/2024.

komarudin

Laporan Polisi (LP) yang melibatkan Ike Farida, seorang pembeli apartemen yang dikriminalisasi Pengembang Nakal PT EPH (anak perusahaan Pakuwon Grup) tak kunjung dihentikan setelah 3 tahun penyidikan berjalan.

Perlu diingat bahwa Ike Farida, yang juga merupakan seorang Advokat, telah mendapat rekomendasi dan dukungan dari berbagai instansi dan lembaga pemerintah, seperti Dirjen HAM dan Komnas Perempuan. Rekomendasi tersebut untuk mendukung Ike Farida karena mendapatkan kekerasan terhadap Perempuan, adanya oknum yang mencoba untuk melemahkan mental Perempuan agar tidak menuntut haknya menerima unit apartemen. Hal ini merupakan pelanggaran HAM sebagaimana dilindungi oleh UU No. 39/1999 tentang HAM. Rekomendasi Menteri Hukum dan HAM tersebut meminta agar Kapolda menghentikan LP yang tidak berdasar tersebut.

Selain itu, Ike Farida juga telah menempuh berbagai upaya lainnya, seperti mengajukan Aduan Masyarakat (Dumas) kepada Polri pada 2023 lalu. Besar harapan Ike Farida bahwa Polri segera menilik laporan yang telah merenggut hak asasinya. Pada akhirnya, setelah Wassidik mengadakan Gelar Perkara Khusus (GPK) pada 1 April 2024 lalu, laporan terhadap Ike Farida menemukan titik terang. Hasil GPK tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D), di mana Kapolri melalui Surat Kapolri No. B/11427/VII/RES.7.5./2024/ BARESKRIM tertanggal 25 Juli 2024, menyatakan bahwa penetapan Ike Farida sebagai Tersangka adalah keputusan yang tidak sah dan tidak memenuhi unsur pasal pidana yang dituduhkan terhadapnya. Akhirnya, Kapolri memerintahkan Penyidik untuk melakukan koordinasi dengan Jaksa di Kejati DKI Jakarta untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus yang menimpa Ike Farida.

Namun, pada 26 Juli 2024 malam hari, tanpa ada pemberitahuan apapun, Ike Farida dikejutkan dengan berita bahwa belasan oknum anggota Polri dari Subdit Jatanras Polda Metro Jaya telah mengepung kantor para kuasa hukumnya bekerja dengan maksud melakukan penangkapan terhadap dirinya. Tanpa berbekal surat resmi dari pihak kepolisian, oknum polisi tersebut menguasai seluruh akses masuk, keluar Gedung. Petugas security tidak berkutik ketika oknum tersebut mengakses CCTV Gedung secara ilegal. Padahal, gedung tersebut merupakan properti pribadi yang berada di luar kewenangan kepolisian untuk dapat memasukinya secara paksa.

Ike Farida dan kuasa hukumnya tidak pernah mendapatkan pemberitahuan apapun dari Polda Metro Jaya. Hal ini sangat memalukan institusi Polri yang belum juga pulih atas kasus Ferdi Sambo, tegas Kamaruddin Simanjuntak. Kami menuntut Polri yang bersih sebagaimana janji Kapolri untuk COPOT dan GANTI Kasubdit atau siapapun anggotanya yang langar aturan. Ini tindakan ilegal dan mengabaikan kode etik kepolisian, oknum Polda Metro tersebut harus dicopot sampaik ke pimpinannya, tegasnya : ”Kamaruddin”(*).

Dilengkapi video toutube channel kami di kantor Kejaksaan, terlampir dari masalah ini, sebagai bahan input our output konferensi pers@bersama-awak media.

Laporan Polisi (LP) yang melibatkan Ike Farida, pembeli apartemen yang dikriminalisasi Pengembang Nakal PT Elite Prima Hutama (Pakuwon Grup) tak kunjung selesai. Setelah 3 tahun dijadikan tersangka secara illegal oleh penyidik, dirinya dan para kuasa hukumnya diteror dan didatangi belasan oknum Polda Metro Jaya tanpa surat ijin. Padahal Bareskrim Mabes Polri sudah keluarkan surat SP3D kedua untuk hentikan kasus berdasarkan hasil Gelar Perkara Khusus (GPK) di Bareskrim Mabes Polri.

bareskrim scaled

Lagi-lagi Oknum Polda Metro Jaya bikin ulah, kali ini membangkang perintah Kapolri terkait kasus konsumen apartemen yang dikriminalisasi. Ike Farida pembeli yang membayar lunas 12 tahun dan telah memenangkan 8 putusan final dan mengikat (inckrach), bukannya diberikan haknya oleh pengembang (Pakuwon Grup), malah justru dilaporkan pidana. Dalam waktu singkat Ike dijadikan tersangka, tanpa ada proses penyelidikan, hak-haknya sebagai warga negara dikesampingkan. Penyidik Unit 5 Subdit 4 Jatanras ini melanggar banyak aturan, aturan Perkap, Hukum Acara, Surat Keputusan Bersama 3 Menteri, tidak transparan, dan memihak pelapor secara terang-terangan, tegas Kamaruddin Simanjuntak, kuasa hukum ike.

Kasus ini adalah pesanan pengembang, karena pengembang kalah di seluruh pengadilan, mungkin masih tidak puas, malah menggunakan tangan-tangan aparat penegak hukum untuk menekan KLIEN saya. Kami melaporkan dugaan KKN ini melalui DUMAS (Pengaduan Masyarakat) ke Bareskrim Mabes Polri, dan melakukan Gelar Perkara Khusus pada 1 April 2024 lalu, tegas Kamaruddin. Kemudian hasil gelar Kapolri mengeluarkan

Hasil GPK tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D), di mana Kapolri melalui Suratnya No. B/11427/VII/RES.7.5./2024/ BARESKRIM tertanggal 25 Juli 2024 menyatakan bahwa:
1) Pasal 242 ayat (1) KUHP tidak terpenuhi, karena tersangka tidak pernah hadir langsung maupun tidak langsung ke Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung. Juga tidak ditemukan adanya MENS REA (niat jahat) dalam kasus ini;

2) Tujuan Dr. Ike Farida, S.H., LL.M mohon ajukan bukti baru (novum) adalah untuk mempertahankan hak keperdataannya yang dilindungi oleh pasal 17 dan 29 ayat (1) UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, sehingga tidak dapat dikategorikan perbuatan pidana;

3) Pasal 263 dan/atau 266 KUHP tidak terpenuhi berdasarkan analisis yuridis.

Karenanya Birowassidik Bareskrim Polri telah memberi petunjuk dan arahan kepada Penyidik agar berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum. Selanjutnya Penyidik harus mencabut surat pencekalan terhadap Ike. SP3D tersebut dikeluarkan oleh KAPOLRI pada 25 Juli, 2024, ditembuskan kepada Irwasum Polri, Kabareskrim Polri, Kadivpropam Polri, Kadivkum Polri dan Kapolda Metro Jaya.
Alih-alih taat pada perintah Kapolri, pada Jumat 26 Juli, 2024 penyidik PMJ mendatangani kantor Kuasa Hukum ike, belasan aparat mengepung seluruh akses dan memasuki ruang CCTV yang disinyalir tanpa ijin. Pengepungan tersebut dilakukan hingga hampir tengah malam. Sebagian karyawan Perempuan harus menahan sakit karena tidak dapat menyusui bayinya; atau membersihkan diri karena sedang datang bulan. Itu perbuatan jahat, menghianati janji dan sumpah Polri, menodai kehormatan sebagai APH dan melanggar HAM, tegas Putri Mega salah satu tim kuasa hukum ike.

Kamaruddin Simanjuntak dengan dukungan organisasi profesi Advokat Peradi datangkan seribu advokat untuk desak pemerintahan yang jujur, professional, transparan dan copot oknum nakal. Ini harus dilakukan oleh Kapolda Metro Jaya, kalau tidak tegas, nanti malah Kapoldanya yang dicopot Kapolri. LANGGAR ATURAN LANGSUNG SAYA COPOT! Tegas Listyo Sigit. Begitu juga dengan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, “JAKSA AGUNG AKAN SIKAT! Oknum Jaksa Nakal Tanpa Pandang Bulu” (jaksapedia). Karena sejak 1 April, 2024 sudah diperintahkan untuk hentikan kasus (SP3), bagaimana mungkin, jaksa yang baru seminggu pegang kasus, kemudian jadikan berkas lengkap, ini tidak wajar, ada dugaan KKN, tegasnya : “Kamaruddin”(*).

kejaksaa 3072024

Today/30/7/2024/Red/Reportnews-media@info.bersama/di-Kantor Kejaksaan – Jakarta Selatan/Dengan Dewan Advokasi Seluruh Indonesia

Dengan adanya berita mendidik citra bangsa dan negara ini,  kami tim redaksi menjadikan informasi, aktual, publikasi bersama para tim awak media didalam nya masih mencari kembali apa saja yang jadikan perseteruan di dalam nya terjadi dan bagaimana memposisikan di suatu saat kebenaran valid berdasarkan hal-hal terkait didalam nya mengedukasi roda pemerintahan RI ke depan dapat cemerlang matang di nikmati masyarakat sesuai pada ketentuan hukum terkait pemerintahan RI sejalan tepat guna dilandaskan ilmu disiplin, kejujuran dan kepastian suara rakyat : dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat nya ter-tabligh murni akan hal kecil dan besar pun selaras pada kenikmatan dunia semata-mata untuk lebih baik ke prosedural hukum dijalankan semestinya.

Reportnews@info-2024/29/30/7/di-Jakarta/JST-NEWS/”Journalist Society Them – Jiwa Semua Tulus”.Red(*)

 

 

 

error: Content is protected !!